Siapa Yang Akan Memproduksi Etanol di Indonesia & Dari Mana Asal ‘Bahan Mentah’ (feedstock)-nya?
Dengan demikian, pertanyaan: siapa saja yang akan memproduksi etanol di Indonesia — dan dari bahan apa?
Produsen Etanol di Indonesia: Siapa saja pemainnya?
Saat ini, beberapa perusahaan besar dan korporasi agribisnis sudah menyatakan diri siap mengambil peran dalam produksi bioetanol. Berikut profil mereka.
PT Pertamina dan Pertamina NRE (anak usaha & energi terbarukan)
-
Pertamina, perusahaan BUMN energi terbesar di Indonesia, sejak 2023 menyatakan akan memulai produksi bioetanol berbasis tebu dan singkong (sugarcane & cassava).
-
Melalui unit renewable-nya, Pertamina NRE, perusahaan ini berencana membangun pabrik bioetanol bersama PT Sinergi Gula Nusantara (SGN) untuk menggarap molases/tetes tebu sebagai bahan baku.
-
Salah satu proyek mereka: pabrik di Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur — diharapkan memiliki kapasitas produksi sekitar 30.000 kiloliter per tahun.
-
Roadmap mereka jangka panjang hingga 2035 menunjukkan target ambisius untuk mendukung transisi energi.
Dengan keterlibatan Pertamina, harapannya bioetanol bisa diproduksi dan didistribusikan secara besar-besaran sebagai bagian dari bauran bahan bakar nasional.
PTPN III (melalui SGN / Sub-holding gula) dan PT Energi Agro Nusantara (Enero, anak PTPN X)
-
SGN — bagian dari PTPN III — memperkirakan bisa memproduksi sekitar 34.500 kiloliter per tahun bioetanol, sejalan dengan target produksi gula nasional.
-
Secara lebih ambisius, PTPN (PTPN group) sedang mengkaji pembangunan empat pabrik bioetanol baru, dengan proyeksi total output mencapai ~150.000 kiloliter per tahun (500 KL per hari).
-
Untuk pabrik yang sudah beroperasi: Enero (anak usaha PTPN X) disebut menghasilkan sekitar 30.000 kiloliter per tahun.
-
Rencana ini menunjukkan bahwa korporasi gula besar di Indonesia — bukan hanya sektor energi — ikut mengerjakan produksi bioetanol, memanfaatkan struktur industri gula dan limbah produksi gula (molases / tetes tebu).
Potensi Masuk: Toyota (otomotif, investor baru)
-
Menariknya: pada Oktober 2025, disebutkan bahwa Toyota berencana membangun pabrik etanol di Indonesia.
-
Motivasi Toyota: dengan target E10 dan potensi kendaraan fleksibel bahan bakar (bioetanol / etanol), perusahaan otomotif butuh memastikan pasokan etanol dalam negeri.
-
Jika terealisasi, ini bisa memperbesar basis produsen — bukan hanya perusahaan tradisional gula/energi — tapi juga pelaku otomotif/industri sebagai bagian dari rantai hilir.
Gambaran keseluruhan: Siapa saja & berapa banyak?
Feedstock untuk Etanol: Bahan Apa yang Dipakai?
Kunci utama keberhasilan bioetanol adalah ketersediaan feedstock: tanaman atau hasil pertanian yang bisa diubah jadi etanol. Di Indonesia, turunan tanaman dengan kandungan gula atau pati tinggi menjadi fokus.
Jenis Feedstock dominan
Menurut studi bio-etanol, feedstock generasi pertama biasanya berasal dari tanaman gula (sugar crops) dan tanaman pati/amilum (starch crops). Contoh:
-
Sugar crops: tebu (sugarcane), molases/tetes tebu (by-product pabrik gula), gula dari sisa produksi, sweet sorghum.
-
Starch crops: singkong (cassava), jagung (corn), sagu — terutama di wilayah Indonesia timur dan bagian luar Jawa.
Secara spesifik untuk Indonesia:
-
Feedstock yang tengah difokuskan meliputi tebu (molases/tetes tebu), singkong (cassava), dan sagu sebagai salah satu bahan baku termurah untuk bioetanol.
-
Banyak pabrik dan perusahaan gula di Jawa Timur, Jawa Tengah, Lampung, dan provinsi lain memiliki potensi besar — baik dari tebu maupun limbah pabrik gula — untuk memasok molases.
-
Selain itu, surplus molases nasional saat ini besar: menurut perhitungan asosiasi produsen etanol, dengan sekitar 1 juta ton molases tak terpakai, potensi konversinya bisa menghasilkan hingga 250.000 kiloliter etanol per tahun — jika diolah seluruhnya.
Upaya Perluasan Lahan & Diversifikasi Bahan Baku
Menurut Kementerian Perindustrian (akhir 2025), sagu disebut sebagai salah satu bahan baku paling murah untuk etanol — menjadikannya kandidat menarik untuk skala besar.
Tantangan & Kesenjangan: Dari Kapasitas ke Kenyataan
Meskipun potensi feedstock dan rencana pembangunan pabrik banyak, realita di lapangan belum sepenuhnya sejalan:
-
Dari 13 pabrik etanol terpasang di Indonesia, hanya 4–5 yang aktif memproduksi fuel-grade ethanol — sisanya belum memenuhi standar untuk bahan bakar.
-
Produksi total pada 2023–2024 menurut literatur rendah — misalnya satu sumber menyebut bioetanol fuel-grade baru mencapai sekitar 40.000 kiloliter per tahun.
-
Ketersediaan feedstock — baik dari tebu, molases, singkong, sagu, maupun jagung — masih belum optimal. Produksi gula nasional, produktivitas tanaman, produksi limbah pabrik gula, hingga distribusi lahan menjadi faktor kritis.
-
Selain itu, dibutuhkan tambahan 7–8 pabrik baru untuk memenuhi target E10, dengan kapasitas signifikan — diperkirakan sekitar 120 kiloliter per hari per pabrik.
Dengan kondisi itu, target E10 tahun 2027 terlihat optimis — tetapi memerlukan langkah cepat dan koordinasi intensif antara pemerintah, perusahaan gula, perusahaan energi, dan mungkin investor swasta.
Tren & Peluang ke Depan
Melihat perkembangan terkini, beberapa tren dan peluang muncul:
🔹 Perluasan Kerja Sama Korporasi & Hilirisasi Industri
🔹 Diversifikasi Feedstock — Tidak Hanya Tebu
🔹 Masuknya Investor Swasta (dan Multinasional)
Rencana investasi dari perusahaan non-tradisional seperti Toyota menunjukkan bahwa sektor otomotif & swasta global melihat potensi besar bioetanol di Indonesia. Jika terealisasi, ini bisa mempercepat hilirisasi biofuel, sekaligus menciptakan ekosistem produksi dan distribusi yang lebih matang.
🔹 Tantangan Regulasi & Infrastruktur — Tapi Momentum “E10 2027” Bisa Jadi Pemicu
Kesimpulan: Siapa — dan dari Mana — Etanol Itu Akan Datang?
Singkatnya: produksi etanol di Indonesia masa depan tidak hanya tergantung pada satu jenis pelaku atau bahan baku. Kombinasi beberapa faktor bakal menentukan hasil:
-
Perusahaan besar energi seperti Pertamina (melalui Pertamina NRE) sudah bergerak dan membangun pabrik bioetanol baru.
-
Industri gula dan perkebunan (PTPN III/SGN, PTPN X/Enero, dan pabrik-pabrik gula lainnya) memiliki potensi besar — terutama dari molases / tetes tebu yang selama ini kurang dimanfaatkan.
-
Pemerintah mendorong diversifikasi feedstock — tebu, molases, singkong, sagu, jagung — dengan target lahan hingga 1 juta hektar, sehingga distribusi produksi bisa lebih luas dan merata.
-
Bahkan investor swasta dan perusahaan otomotif (misalnya Toyota) menunjukkan minat masuk ke sektor etanol, membuka kemungkinan skema investasi baru.
Kalau semua elemen ini dijalankan dengan serius — pabrik dibangun, feedstock tersedia, regulasi mendukung, distribusi terpadu — maka potensi bioetanol untuk bahan bakar nasional bakal besar. Indonesia bisa memenuhi target E10 2027, bahkan membangun industri biofuel yang lebih mandiri dan berkelanjutan.
Namun, tantangannya nyata: dari feedstock, produktivitas, regulasi, hingga investasi. Sebuah mobilisasi besar dibutuhkan — dari pemerintah, korporasi, sampai petani — agar mimpi “bensin etanol Indonesia” tidak sekadar wacana, tapi benar-benar nyata.


Posting Komentar untuk "Siapa Yang Akan Memproduksi Etanol di Indonesia & Dari Mana Asal ‘Bahan Mentah’ (feedstock)-nya?"
Posting Komentar